Aliansi Bandung Melawan Desak Pembukaan Police Line dan Pengembalian Hak Kelola Bandung Zoo

Bandung Zoo
Sejumlah warga dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Bandung Melawan menuntut Pemerintah Kota Bandung membuka police line dan mengembalikan hak kelola kepada Yayasan Margasatwa Tamansari. (Foto: Dok. Aliansi Bandung Melawan)

Bandung, Daras.id — Aliansi Bandung Melawan mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung segera membuka police line di area Bandung Zoo dan mengembalikan hak kelola kepada Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) versi Bisma Bratakoesoema.

Desakan itu disampaikan dalam siaran pers yang dirilis pada Sabtu (11/10/2025), usai konsolidasi publik di Kebun Seniman Bandung. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 44 peserta dari berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk AJI Bandung, BEM Bandung Raya, LBH Bandung, PBHI, FK3I, Sahabat WALHI, Hejo Institute, XR Indonesia, serta Forum Warga Tamansari.

Aliansi menilai kebijakan Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan Wali Kota Muhammad Farhan terkait penutupan Bandung Zoo sebagai tindakan yang melampaui kewenangan. Mereka menegaskan, narasi “konflik internal” yang beredar di media hanyalah dalih politis untuk menutupi kepentingan tertentu.

“Bandung Zoo adalah lembaga konservasi sah yang mendapat izin operasional dari Kementerian Kehutanan. Penyegelan dan penutupan operasional yang dilakukan aparat pemerintah secara lisan jelas memperlihatkan kebijakan yang melebihi kewenangan,” demikian kutipan dalam siaran pers Aliansi Bandung Melawan.

Baca Juga:  Forum Dangiang Siliwangi Dorong Penguatan Peran Daerah dalam Program Makanan Bergizi Gratis

Putusan Hukum Menangkan Yayasan Margasatwa Tamansari

Aliansi Bandung Melawan menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan Bandung Zoo memiliki dasar hukum yang kuat. Putusan Mahkamah Agung Nomor 122 K/TUN/2025 tertanggal 23 Mei 2025 telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan memenangkan YMT versi Bisma Bratakoesoema.

Rangkaian kemenangan itu meliputi putusan PTUN Bandung (26 Maret 2024) dan PTTUN Jakarta (3 September 2024). Dengan demikian, Pemkot Bandung disebut tidak memiliki kewenangan untuk menagih sewa atau memaksa pengosongan lahan Bandung Zoo.

“Semua tindakan yang memaksa keluar pengelola dan memasang police line adalah pelanggaran supremasi hukum, kontradiktif terhadap putusan hukum tertinggi di negeri ini,” tegas pernyataan aliansi.

Warisan Budaya dan Ruang Hijau Kota

Dalam siaran persnya, Aliansi Bandung Melawan juga menyoroti nilai sejarah Bandung Zoo yang berdiri sejak 1933 dan telah dikelola keluarga Bratakoesoema selama lebih dari 90 tahun. Menurut mereka, kebun binatang ini bukan sekadar tempat rekreasi, melainkan bagian penting dari warisan budaya Sunda dan ruang edukasi publik.

Aliansi menilai upaya kriminalisasi terhadap pewaris sah keluarga Bratakoesoema sebagai langkah untuk mengambil alih pengelolaan Bandung Zoo.

Selain soal hukum dan sejarah, aliansi mengingatkan bahwa Bandung sedang mengalami krisis ruang terbuka hijau (RTH). Berdasarkan data Dinas Permukiman dan Kawasan Perumahan, luas RTH Kota Bandung baru mencapai 12,56%, jauh di bawah batas minimal 30% sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.

“Kebun Binatang Bandung bersama Babakan Siliwangi adalah benteng terakhir paru-paru kota. Ruang hijau yang tersisa kini terancam karena konflik, klaim kepemilikan, dan intervensi kepentingan oligarki,” tulis pernyataan resmi Aliansi Bandung Melawan.

Baca Juga:  Soreang Memanas Lagi! Warga Soroti Mafia Tanah, Air Citarum, dan Skandal BDS

Tujuh Tuntutan Aliansi Bandung Melawan

Berdasarkan hasil konsolidasi dan fakta hukum yang dikemukakan, Aliansi Bandung Melawan menyampaikan tujuh tuntutan utama kepada Pemkot Bandung:

  1. Wali Kota Bandung diminta berpihak pada warga, bukan pada kepentingan oligarki.
  2. Menghormati sejarah pengelolaan Bandung Zoo oleh keluarga Bratakoesoema selama lebih dari 90 tahun.
  3. Segera membuka police line dan mengembalikan hak kelola kepada pewaris sah Yayasan Margasatwa Tamansari.
  4. BPKAD dan Pemkot wajib menjalankan putusan Mahkamah Agung yang telah inkracht.
  5. Menteri Kehutanan dan Dirjen KSDAE diminta turun tangan melakukan mediasi penyelesaian.
  6. Menjamin keberlanjutan lingkungan dan hak asasi warga atas ruang hijau publik.
  7. Meminta media mengedepankan jurnalisme ekologis dan berpihak pada keberlanjutan hidup rakyat.

“Ini bukan sekadar konflik kepemilikan aset, tetapi perjuangan mempertahankan kedaulatan rakyat atas ruang hidup dan lingkungan yang sehat. Bandung Zoo adalah simbol sisa harapan, perlawanan, dan keberlanjutan hidup kota,” tegas siaran pers tersebut.

Aliansi Bandung Melawan juga menyerukan warga Bandung untuk menolak komersialisasi ruang hijau, menegakkan supremasi hukum, dan menyelamatkan satwa Bandung Zoo dari ancaman penggusuran.

Pemkot Diminta Hormati Supremasi Hukum

Dalam penutup siaran pers, aliansi menegaskan bahwa sengketa Bandung Zoo telah selesai di mata hukum. Kini saatnya Pemkot Bandung menunjukkan itikad baik dengan menghormati putusan pengadilan.

“Jika ruang hijau terakhir ini jatuh ke tangan modal dan politik, maka sejarah akan mencatat Pemkot Bandung sebagai rezim perampas masa depan cucu-cicit warga kota,” tutup pernyataan tersebut.

Bandung Zoo disebut sebagai simbol perjuangan warga untuk mempertahankan ruang hidup, keadilan ekologis, dan hak generasi mendatang atas kota yang berkelanjutan.

(San)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *