Oleh Nurdin Qusyaeri
Ada sebuah kebenaran pahit yang perlahan-lahan kita pahami seiring waktu: manusia itu seperti musim—berubah tanpa permisi. Suatu hari, kau adalah cahaya yang mereka rindukan, esok hari, kau hanya jadi bayangan yang tak lagi mereka lihat. Mereka yang dulu bersumpah atas namamu, bisa saja melupakanmu begitu saja ketika angin kehidupan berhembus ke arah lain.
Kita sering kali terjebak dalam ilusi bahwa semua orang yang kita anggap penting akan membalas perasaan yang sama. Tapi hidup tak selalu adil seperti itu. Ada kalanya kau memberikan seluruh hatimu, tapi bagi mereka, kau hanya sekadar pengisi waktu, pelipur sementara, atau bahkan sekadar opsi yang bisa diganti kapan saja.
Jangan memaksakan dirimu untuk tetap tinggal di hati yang tak lagi menyimpan namamu. Jangan mengemis untuk diingat oleh mereka yang dengan mudah melupakan. Setiap kali kau berlutut memohap pengakuan dari orang yang tak menghargaimu, kau sebenarnya mengubur harga dirimu sendiri.
Energimu, kasih sayangmu, perhatianmu—semua itu terlalu berharga untuk disia-siakan pada mereka yang hanya datang saat butuh dan pergi saat senang. Dunia ini luas, dan di antara ribuan wajah yang lalu-lalang, ada yang akan tetap berdiri di sampingmu meski badai menghantam. Merekalah yang layak dapatkan semua yang kau punya.
Saatnya membuka mata. Setulus apa pun kau mencintai, sejujur apa pun kau setia, jika kau bukan lagi tujuan mereka, kau hanya akan jadi kenangan yang perlahan memudar. Jangan biarkan dirimu terjebak dalam penantian yang tak berujung. Sayangi mentalmu, jaga hatimu, karena ada orang-orang yang akan menghargai kehadiranmu tanpa harus kau mintai pengakuan.
Lepaskan. Beranilah untuk pergi dari tempat di mana kau tak lagi diinginkan. Karena sesungguhnya, kepergianmu adalah ruang bagi kebahagiaan yang lebih tulus—kebahagiaan yang tak lagi membuatmu merasa kecil di mata orang yang salah.
Wallahu’alam






