Surat untuk Diri yang Pernah Hilang Arah

Surat untuk Diri Sendiri
Foto Screenshot: Kura-kura yang sedang berjalan perlahan di tepi pantai.

Oleh AN Bramantyo

Hai, diriku yang pernah hilang arah,

aku tahu kamu lelah.

Kamu sudah lama menanggung beban yang bahkan tak bisa kau ceritakan kepada siapa pun. Luka-luka itu terlalu dalam, bukan? Ada bagian dalam dirimu yang telah lama berdarah—bukan karena orang lain, tapi karena dirimu sendiri.

Namun dengarlah…

Jangan biarkan bayangan kemarin merusak sinar matahari hari ini.

Masa lalu sudah selesai. Biarkan ia menjadi abu, bukan bara. Jangan lagi menoleh dengan penyesalan, sebab setiap kali kamu menyesali yang telah lewat, kamu sedang membiarkan hatimu tinggal di ruang yang tak lagi ada.

Dunia ini sebenarnya sederhana

Yang rumit adalah isi kepala yang penuh prasangka, dan hati yang tak pernah merasa cukup. Kita terlalu sering berperang dengan diri sendiri: antara ingin memaafkan dan masih ingin mengutuk; antara ingin melangkah dan masih ingin tinggal di luka lama. Tidak ada yang tak letih ketika berhadapan dengan dunia—tempat di mana semua manusia bersembunyi di balik topeng, menyembunyikan rapuhnya masing-masing.

Setiap orang berjuang dalam kotaknya sendiri

Ada yang bertarung dengan kehilangan, ada yang melawan kesalahan yang ia buat sendiri, ada yang masih belajar tersenyum di tengah rasa hancur. Jadi jangan merasa sendirian. Kamu tidak kalah, kamu hanya sedang belajar memahami makna dari jatuh.

Kadang, keajaiban tidak datang dalam bentuk cahaya.

Ia datang saat kamu berani diam

Tenang. Tidak lagi bertanya, tidak lagi memaksa.

Hanya duduk dalam hening dan berkata dalam hati: “Tuhan, aku sudah mencoba. Kini biarlah Engkau yang bekerja.”

Dan percayalah, di saat itulah keajaiban sering memilih datang.

Belajarlah dari penyu

Ia berjalan lambat, tapi selalu sampai. Ia tidak tergesa, tapi tak pernah berhenti. Dunia mungkin menertawakannya, tapi umur panjang dan keteguhannya membuktikan: bahwa sabar selalu menang melawan waktu.

Begitu pula kamu.

Mungkin hidupmu tak secepat orang lain.

Mungkin doamu belum dijawab

Tapi siapa bilang Tuhan lupa? Ia hanya sedang menyiapkan hatimu agar kuat menanggung keindahan yang sedang menuju.

Ingat, di balik kekuranganmu, tersimpan kelebihan yang tak dimiliki siapa pun.

Di balik kesalahanmu, ada pelajaran yang menjadikanmu manusia.

Dan di balik dosamu, masih ada Tuhan yang sabar menunggu kamu pulang.

Maka, maafkanlah dirimu

Atas segala luka yang kau biarkan bernanah, atas cinta yang pernah salah arah, atas doa yang tak lagi kau panjatkan karena kau merasa tak pantas.

Kamu masih pantas. Selalu pantas.

Tuhan tidak pernah menutup pintu bagi yang mau mengetuk dengan hati yang remuk.

Hari ini, mulailah lagi.

Bukan dengan semangat yang menggebu, tapi dengan tenang yang tulus.

Pelan-pelan saja. Seperti penyu.

Sebab tidak semua langkah harus cepat — yang penting, kamu tidak berhenti.

Dan ketika nanti kamu menatap cermin, lihatlah bukan dosa yang membekas,

tapi keberanian yang membuatmu tetap hidup hingga hari ini.

Sebab yang kuat bukan mereka yang tak pernah jatuh,

melainkan mereka yang jatuh berkali-kali namun masih memilih berjalan—menuju cahaya yang sama,

menuju Tuhan yang selalu menunggu di ujung penyesalan.

Wallahu’alam

Baca Juga:  Yuka dan Anggara: Cinta yang Harus Mati dalam Doa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *