Agama  

Berlindung dari Penyakit Hati dan Fisik: Meneladani Doa Rasulullah Saw.

Doa Rasulullah Saw
Gambar Ilustrasi

Oleh Dede KS*

Salah satu doa yang sangat indah diriwayatkan dari sahabat Quthbah bin Mālik RA. Beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ، وَالْأَعْمَالِ، وَالْأَهْوَاءِ، وَالْأَدْوَاءِ رواه الترمذي وصححه الحاكم

Rasulullah Saw. biasa berdoa: “Ya Allah, jauhkanlah aku dari akhlak-akhlak yang buruk, perbuatan-perbuatan yang mungkar, hawa nafsu yang menyesatkan, dan penyakit-penyakit yang berbahaya.” (HR. At-Tirmidzi; dinilai sahih oleh Al-Ḥākim)

Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa manusia sangat membutuhkan pertolongan Allah dalam menjaga kesucian hati, kebersihan akhlak, dan kesehatan tubuh. Tidak ada seorang pun yang mampu melindungi dirinya sendiri dari keburukan moral, godaan hawa nafsu, atau penyakit fisik tanpa bimbingan dan penjagaan dari Allah Swt.

Baca Juga:  Tawadhu Sebagai Solusi dari Kesombongan dan Kedzaliman

Untaian kalimat doa dalam hadis ini keluar dari lisan manusia paling mulia, Nabi Muhammad Saw., yang dikenal memiliki akhlak agung dan mendapatkan penjagaan langsung dari Allah Swt. Beliau adalah pribadi yang disucikan dari dosa, dijaga hatinya dari niat yang tercela, dan dituntun setiap langkahnya dalam kebenaran. Maka, apabila seorang nabi yang maksum saja masih berdoa memohon perlindungan dari akhlak buruk, perbuatan tercela, hawa nafsu, dan penyakit, tentu kita sebagai umatnya jauh lebih membutuhkan doa tersebut.

Dari sini dapat dipahami bahwa doa ini bukan sekadar permohonan pribadi Rasulullah Saw., melainkan pengajaran ilahi yang beliau wariskan untuk umatnya. Setiap lafaz dalam doa itu mengandung makna pendidikan rohani yang mendalam, mengajarkan manusia agar senantiasa sadar akan kelemahan dirinya dan menggantungkan segala kekuatan kepada Allah semata.

Berlindung dari Akhlak yang Buruk

Dalam doa tersebut, Rasulullah Saw. memohon,

«اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ»

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari akhlak-akhlak yang buruk.”

Ungkapan “مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ” merujuk pada sifat-sifat tercela seperti iri hati (hasad), dendam (hiqd), penipuan (ghisy), keras hati (qaswatul qalb), kikir (bukhl), pengecut (jubn), serta sifat gelisah berlebihan (halu‘), dan segala penyakit hati yang dibenci menurut syariat dan akal. Semua itu termasuk penyakit yang merusak hubungan manusia dengan Allah maupun sesama.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam ajaran Islam. Ia bukan sekadar pelengkap, melainkan termasuk inti dari risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)

Pernyataan ini menunjukkan bahwa akhlak bukan sekadar bagian dari ajaran Islam, tetapi merupakan tujuan utama dari diutusnya Nabi sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Disamping itu Akhlak yang mulia juga merupakan cerminan dari keimanan seseorang, Rasulullah Saw. bersabda:

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam kehidupan sosial, akhlak merupakan fondasi dalam memperkuat hubungan antar manusia. Seseorang yang berakhlak baik akan disukai oleh manusia dan dicintai oleh Allah. Rasulullah bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi)

Baca Juga:  Anak Sebagai Rumah Bagi Orang Tua

Berlindung dari Perbuatan yang Munkar

Rasulullah Saw. juga berdoa agar dijauhkan dari perbuatan-perbuatan yang buruk:

وَالْأَعْمَالِ

Yang dimaksud dengan munkarāt al-a‘māl adalah dosa-dosa besar dan kebiasaan terus-menerus dalam melakukan dosa kecil. Seorang Muslim yang bijak tidak hanya menjauhi kejahatan besar seperti syirik, zina, atau mencuri, tetapi juga berhati-hati terhadap kebiasaan maksiat kecil yang dibiarkan berulang.

Para ulama menegaskan bahwa dosa kecil yang dilakukan terus-menerus dapat menjadi besar di sisi Allah. Maka dari itu, permohonan Nabi Saw. agar dijauhkan dari perbuatan buruk mencakup perlindungan dari semua bentuk kemaksiatan — besar maupun kecil — dengan memohon pertolongan Allah agar tetap istiqamah di jalan ketaatan.

Berlindung dari Hawa Nafsu

Selanjutnya, beliau memohon perlindungan dari hawa nafsu:

وَالْأَهْوَاءِ

Hawa nafsu (al-ahwā’) adalah dorongan syahwat yang membinasakan, yang mendorong seseorang melakukan dosa besar dan kemaksiatan. Nafsu sering kali memperindah keburukan dan menyesatkan manusia dengan kenikmatan sesaat. Padahal, di balik kesenangan itu terdapat kehancuran.

Allah Ta‘ālā berfirman:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS. Al-Jātsiyah [45]: 23)

Ayat ini menunjukkan bahwa mengikuti hawa nafsu tanpa kendali berarti menghambakan diri kepada selain Allah. Karena itu, seorang mukmin harus senantiasa berdoa agar hatinya dikendalikan oleh iman, bukan oleh hawa nafsu.

Baca Juga:  Nahkoda bagi Perahu Diri

Berlindung dari Penyakit Jasmani

Terakhir, Rasulullah Saw. memohon perlindungan dari penyakit fisik:

وَالْأَدْوَاءِ

Kata al-adwā’ mencakup seluruh penyakit berbahaya yang menimpa tubuh.

Doa Rasulullah Saw. dalam hadis ini mengandung makna yang sangat dalam, mencakup semua aspek dalam kehidupan, yakni spiritual, moral, dan fisik. Dimana hal itu saling berkaitan dalam mewujudkan keseimbangan diri seorang mukmin.

*Penulis adalah dosen IAI Persis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *