
Oleh Soeryawan Masangang*
Masa Balita: Titik Kritis dalam Membangun Fondasi Bangsa
Usia dini, khususnya periode balita antara 2 hingga 5 tahun, merupakan fase krusial yang menentukan arah perkembangan anak secara menyeluruh—baik fisik, kognitif, maupun emosional. Fase ini disebut “periode emas” karena pada masa inilah otak mengalami percepatan pertumbuhan yang sangat signifikan.
Sekitar 80% perkembangan kognitif otak terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan, dan bahkan mencapai 90% sebelum usia lima tahun. Ini bukan sekadar statistik biologis, melainkan peringatan keras bahwa setiap kelalaian dalam pemenuhan gizi pada masa ini dapat menghasilkan dampak permanen terhadap masa depan anak.
Dalam konteks ini, intervensi negara melalui kebijakan makan bergizi gratis menjadi tidak hanya penting, tetapi sangat strategis. Negara tidak sedang memberi “makanan”, melainkan sedang menyemai masa depan kecerdasan dan daya saing generasi bangsa.
Ancaman Kekurangan Gizi dan Implikasinya terhadap Kualitas SDM
Jika kebutuhan gizi anak balita tidak terpenuhi, maka konsekuensinya jauh lebih dalam daripada sekadar tubuh yang kurus atau pertumbuhan yang lambat.
Kekurangan gizi (malnutrisi) pada masa awal kehidupan berpotensi menghambat perkembangan otak, kemampuan berpikir, respons emosi, hingga produktivitas anak dalam jangka panjang.
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami stunting atau kurang gizi kronis memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami keterlambatan berpikir, kesulitan beradaptasi di sekolah, dan pada akhirnya memiliki produktivitas kerja yang lebih rendah saat dewasa.
Dengan kata lain, gizi buruk bukan hanya masalah individu, tetapi masalah pembangunan nasional jangka panjang.
Kebutuhan Gizi Spesifik: Bukan Sekadar Makan, Tapi Makan yang Bermutu
Anak usia 1-3 tahun memerlukan asupan energi sebanyak 1350 kilokalori per hari, dengan rincian kebutuhan seperti:
- Protein: 20 gram
- Lemak: 45 gram
- Karbohidrat: 215 gram
- Serat: 19 gram
- Air: 1150 ml
Kebutuhan ini juga harus dilengkapi dengan vitamin penting seperti A, D, E, K, serta vitamin B kompleks, folat, dan kolin. Dari sisi mineral, balita memerlukan zat penting seperti kalsium, zat besi, magnesium, zinc, selenium, iodium, dan lain-lain.
Untuk anak usia 3-6 tahun, nutrisi seperti omega-3 dan omega-6, zat besi, dan vitamin C sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi kognitif dan daya konsentrasi. Sarapan pagi menjadi penopang utama energi untuk menyerap pelajaran dan berpartisipasi aktif di sekolah.
Regulasi seperti Permenkes No. 28 Tahun 2019 telah menetapkan angka kecukupan gizi (AKG) untuk usia anak-anak, namun sayangnya implementasi di lapangan masih jauh dari ideal.
Oleh karena itu, program makan bergizi gratis di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat menjembatani kesenjangan ini.
Kebijakan Makan Gratis: Investasi Kemanusiaan dan Ekonomi
Di tengah tantangan ketimpangan sosial dan ekonomi, banyak keluarga Indonesia—terutama di pedesaan dan daerah tertinggal—yang kesulitan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka setiap hari.
Dalam konteks inilah, kebijakan makan gratis di sekolah dan posyandu bukan sekadar bantuan sosial, tetapi strategi negara untuk memutus rantai kemiskinan struktural.
Setiap rupiah yang diinvestasikan untuk memenuhi gizi anak, sebenarnya adalah investasi untuk mengurangi beban biaya kesehatan di masa depan, meningkatkan prestasi pendidikan, serta produktivitas ekonomi generasi mendatang.
Membangun Bangsa Dimulai dari Meja Makan Balita
Kebijakan makan bergizi gratis bukanlah langkah populis atau sekadar janji politik. Ia adalah langkah strategis dan berbasis sains, yang berpijak pada data dan realitas akan pentingnya gizi di masa awal kehidupan.
Negara yang ingin maju dan unggul harus membangun generasinya sejak dari dalam kandungan hingga usia sekolah dasar—dan makanan bergizi menjadi fondasi utama dari semua itu.
Presiden Prabowo Subianto, melalui visi kebijakan ini, menempatkan gizi sebagai instrumen pembangunan jangka panjang. Maka publik harus mengawal pelaksanaannya, memastikan bahwa program ini bukan hanya ada di atas kertas, tetapi hadir nyata di piring-piring makan anak-anak Indonesia—tanpa kecuali.
*Penulis Sekjen Gerakan Nasional Masyarakat Pro Prabowo






