
Oleh Nurdin Qusyaeri
Ribuan kilo perjalanan yang engkau tapaki, Ibu, adalah kisah heroik yang tak mampu tertulis sempurna, bahkan dalam buku paling tebal sekalipun.
Setiap rintangan yang kau lewati, bukan untuk dirimu, tapi demi aku—anakmu, yang sering lupa betapa beratnya langkah-langkah itu.
Dengan telapak kaki yang penuh darah dan nanah, kau tetap berjalan tanpa keluhan. Ketabahanmu adalah cinta tanpa syarat, cinta yang hanya seorang ibu yang mampu memberikannya.
Engkau, Ibu, seperti udara. Tak terlihat, tak teraba, tetapi keberadaanmu adalah napas hidupku. Kasih yang kau berikan begitu luas, begitu dalam, hingga tak ada harta atau prestasi yang mampu membalasnya.
Bahkan ucapan terima kasih yang paling tulus pun terasa tak cukup untuk menggambarkan rasa syukurku.
Ingin rasanya aku kembali menjadi anak kecil, Ibu. Ingin bersandar di pangkuanmu, memeluk erat tubuhmu yang kini mulai renta.
Ingin menangis sampai lelap, seperti dulu, saat kau membalut luka-lukaku dengan doa dan cinta. Engkaulah pelabuhan, tempat aku merasa aman dari segala badai kehidupan.
Namun, waktu terus berjalan, tak mengizinkan aku untuk kembali ke masa itu. Hari ini, aku hanya bisa termenung, mengenang setiap detik kehadiranmu yang penuh cinta.
Doa-doa yang dulu kau bisikkan di malam-malam sunyi masih terus membaluri tubuhku, melindungiku di setiap langkah.

Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Sorga berada di telapak kaki ibu.”
Tapi berapa kali aku benar-benar bersimpuh di hadapanmu, Ibu? Berapa kali aku melupakan pesan indah ini, sibuk mengejar dunia yang fana?
Kau hanya ingin melihatku berakhlak baik, menjadi manusia yang kau banggakan. Itu saja cukup bagimu, tapi aku terlalu sering lalai menyadarinya.
Hayo, bagi kamu yang masih memiliki ibu atau orang tua, jangan tunggu esok untuk berbakti. Datanglah, bersimpuhlah di hadapan mereka.
Bawalah apa pun yang kau mampu—bukan materi yang mereka butuhkan, tapi perhatian dan cinta tulusmu.
Jika ibumu telah tiada, jangan biarkan kenangan menjadi satu-satunya penghubungmu dengannya. Jadikan setiap sujudmu sebagai doa, mohonkan ampunan dan kasih sayang Allah untuknya.
Karena itulah bakti terakhir yang bisa kau berikan untuk seorang ibu yang telah pergi.
Ingatlah ini: “Jika kamu ingin menjadi raja, maka jadikan ibu atau orang tuamu sebagai raja.”
Hormati mereka, muliakan mereka, buat mereka tersenyum bangga atas dirimu. Keberhasilanmu di dunia adalah buah dari ridha mereka, dan tanpa itu, semua pencapaianmu tak ada artinya.
Ibu, dengan apa aku harus membalasmu? Rasanya tak ada yang cukup. Namun, hari ini, aku bersimpuh di hadapan Allah, memohon dengan penuh harap:
“Ya Allah, sayangi ibu dan kedua orang tuaku, seperti dia menyayangiku sewaktu kecil.”
Kau adalah bidadari dunia, Ibu. Pintu sorga yang berdiri kokoh, meski badai hidup sering menerpamu. Aku mencintaimu, dengan seluruh hati yang kau ajarkan untuk hidup. Hari ini, esok, dan selamanya. Wallahu’alam
Cipeundeuy, Pakenjeng Garut Selatan 22 Desember 2024






