
Oleh Nurdin Qusyaeri
Kemarin malam, 28 Desember 2024, ratusan mahasiswa berkumpul di depan Istana Negara, Jakarta.
Mereka datang membawa tiga tuntutan utama:
- Mendesak Presiden segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%,
- Menghentikan segala bentuk kebijakan yang dianggap memeras rakyat, dan
- Mengoptimalkan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Aksi ini dipimpin oleh Tsabit Syahidan, mahasiswa Universitas Nasional Jakarta. Ia dengan tegas menyatakan bahwa rakyat tidak bisa terus dibebani oleh kebijakan yang memperberat kehidupan mereka.
Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan dari pihak pemerintah.
Dolar Menguat, Rakyat Terhimpit
Kenaikan PPN ini bertepatan dengan melemahnya nilai tukar rupiah, yang kini menyentuh Rp16.500 per dolar AS.
Dampaknya jelas: harga kebutuhan pokok melonjak, biaya hidup meningkat, dan daya beli masyarakat melemah.
Kenaikan PPN menjadi 12% seolah menjadi pukulan tambahan bagi rakyat yang sudah bergulat dengan inflasi.
Ironisnya, kebijakan ini diambil ketika negara tetangga seperti Vietnam justru menempuh langkah berbeda.
Pemerintah Vietnam, sebagaimana dikutip dari Reuters (17/12/2024), bukan hanya menurunkan PPN dari 10% menjadi 8%, tetapi juga memangkas jumlah kementerian dan lembaga pemerintah.
Vietnam merencanakan reformasi besar-besaran untuk mengurangi jumlah kementerian dari 30 menjadi 21. Jika terealisasi pada 2025, Vietnam hanya akan memiliki 13 kementerian dan empat lembaga tambahan.
Langkah ini bertujuan untuk menghemat anggaran negara sekaligus meningkatkan efisiensi birokrasi.
Indonesia: Kabinet Membengkak, Beban APBN Melonjak
Berbanding terbalik dengan Vietnam, Indonesia justru menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 53, lengkap dengan 56 wakil menteri. Totalnya, 109 pejabat tinggi yang menggantungkan gaji mereka dari APBN.
Kabinet yang akomodatif ini menjadi simbol politik transaksional, di mana jabatan dijadikan alat untuk merangkul semua pihak.
Namun, konsekuensinya adalah pengeluaran negara untuk birokrasi semakin besar, sementara anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat semakin tergerus.
Mahasiswa Bertahan, Polisi Meminta Mundur
Aksi mahasiswa yang berlangsung hingga larut malam menunjukkan betapa seriusnya keresahan mereka. Polisi sempat meminta massa untuk mundur, namun para mahasiswa tetap bertahan, menuntut jawaban dari pemerintah.
Kemanakah Prioritas Pemerintah?
Kondisi ini mengundang pertanyaan besar: di mana prioritas pemerintah? Apakah memperluas kabinet dan menaikkan PPN adalah solusi terbaik di tengah situasi ekonomi yang sulit?
Jika Vietnam mampu melakukan reformasi kelembagaan untuk menghemat anggaran dan menyejahterakan rakyat, mengapa Indonesia tidak mengambil langkah serupa?
Rakyat butuh bukti, bukan sekadar janji. Jika pemerintah terus mengabaikan suara publik, maka aksi-aksi seperti ini akan semakin sering terjadi.
Pemerintah harus segera merespons dan mengambil langkah yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada elite politik semata.
Wallahu’alam






