
Bandung, daras.id – Anggapan bahwa jumlah penduduk besar menjadi penyebab utama tingginya pengangguran di Jawa Barat dibantah oleh sejumlah aktivis, ekonom, dan pengusaha dalam diskusi bertajuk “PHK dan Pengangguran di Jabar Rangking 1, Benarkah? Apa yang Harus Dilakukan?” yang digelar Forum Dangiang Siliwangi di Sekretariat AMS, Jalan Braga, Selasa (23/9/2025).
Ekonom: Bukan Soal Jumlah Penduduk
Ekonom Universitas Pasundan (Unpas), Acuivarta Kartabi, menegaskan bahwa tingginya pengangguran di Jawa Barat tidak bisa semata-mata dikaitkan dengan besarnya jumlah penduduk.
“Tidak benar pengangguran di Jawa Barat adalah karena faktor jumlah penduduk besar sebagaimana disampaikan Gubernur. Jawa Timur juga memiliki jumlah penduduk besar namun tingkat penganggurannya jauh lebih rendah,” jelasnya.
Data yang ia paparkan menunjukkan tingkat pengangguran di Jabar mencapai 24,83%, sementara Jatim 12,29% dan Jateng 13,01%.
Menurutnya, lemahnya perhatian terhadap sektor industri tekstil, rendahnya daya beli masyarakat, dan ketidakjelasan database tenaga kerja di Dinas Ketenagakerjaan menjadi penyebab serius yang harus segera diatasi.
Investasi Tidak Selalu Serap Tenaga Kerja
Acuivarta mencontohkan, Kabupaten Sukabumi meski tidak masuk 5 besar realisasi investasi, justru serapan tenaga kerjanya berada di peringkat ke-2 di Jabar. Sebaliknya, Kabupaten Karawang dengan investasi terbesar bahkan tidak masuk 5 besar serapan tenaga kerja.
Ia juga menyoroti ketidaksinkronan antara laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. “Majalengka pertumbuhan ekonominya tertinggi di Jabar, tapi penganggurannya masih peringkat ke-4. Lebih ekstrem lagi di Kuningan, ekonominya peringkat ke-3 tapi pengangguran ada di peringkat ke-7,” ungkapnya.
Pengusaha: Daya Beli dan Birokrasi Jadi Masalah
Tokoh Kadin Jabar, Agung Suryamal, mengingatkan bahwa tingginya pengangguran akan berdampak pada masalah sosial yang lebih luas. “Jawa Barat menyumbang pengangguran tertinggi di Indonesia. Pemerintah harus punya tim ekonomi yang kuat,” ujarnya.
Sementara dari sisi pengusaha, Martin B. Candra (APINDO) menilai perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), mempercepat pemangkasan tenaga kerja. Ia juga menyoroti birokrasi perizinan di Jawa Barat yang berbelit sehingga menghambat investasi.
Aktivis Buruh: Pendidikan Tidak Nyambung dengan Dunia Kerja
Aktivis buruh Kang Azhar menekankan lemahnya konektivitas antara pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.
“Koneksitas pendidikan dan kebutuhan dunia kerja tidak nyambung sehingga berdampak kepada pengangguran. Banyak buruh yang terkena efisiensi akhirnya beralih ke sektor non-formal,” ujarnya.
Solusi: SDM Berkualitas dan Political Will Pemerintah
Para narasumber sepakat, solusi pengangguran di Jawa Barat harus mencakup peningkatan kualitas pendidikan, pengendalian pertumbuhan angkatan kerja, dan penciptaan iklim investasi yang sehat. Selain itu, diperlukan political will pemerintah untuk memastikan anggaran berpihak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing di era digital.
(San)