
Oleh Yuyun Asymiawati
Kata orang, marahnya istri itu cuma dua jenis: diam dan teriak. Tapi keduanya sama-sama mematikan, bedanya cuma di efek sampingnya. Kalau teriak, suami masih punya kesempatan bertahan hidup dengan cara minta maaf dan pura-pura pingsan. Tapi kalau diam… nah, itu sudah level malaikat maut turun tanpa aba-aba.
Diamnya seorang istri bukan karena tak ada kata, tapi karena semua kata sudah habis dijadikan doa yang setengah ikhlas. Ia sudah melewati fase ingin menjelaskan. Ia hanya menatap, dengan mata yang tenang tapi penuh ancaman spiritual. Bahkan suara jangkrik pun mendadak ikut berhenti.
Sementara istri yang marahnya meledak seperti gunung berapi, teriaknya bukan sekadar meluapkan emosi, tapi juga bentuk kasih sayang yang salah format. Ia hanya ingin suaminya sadar, tapi kadang cara sadarnya seperti sedang menampar pakai kata-kata. “Aku capek!” katanya. Padahal maksudnya: aku ingin kamu peduli. Sayangnya, yang diterima suami hanyalah suara 120 desibel yang menggetarkan genteng.
Namun marah yang paling berbahaya bukan yang keluar lewat suara, melainkan yang bersembunyi di balik senyum. Itu bukan senyum lembut, tapi senyum licin yang bisa membuat kopi pagi terasa pahit meski tiga sendok gula sudah larut di dalamnya. Di situ suami biasanya mulai refleks menyapu rumah tanpa disuruh, mencuci piring dengan wajah khusyuk, dan tiba-tiba berkata, “Kamu makin cantik, ya?”
Marahnya istri sebenarnya sederhana: hasil dari cinta yang tidak dijaga. Ia marah karena lelah memahami, bukan karena ingin mendominasi. Ia diam karena sudah terlalu sering mengulang kalimat yang tak pernah didengar.
Jadi, marahnya istri itu bukan tentang volume suara tapi tentang seberapa dalam luka yang ia sembunyikan di balik kata “aku nggak apa-apa.” Karena kalau ia sudah benar-benar tak marah, suaminya justru harus waspada. Sebab saat istri tak lagi peduli, rumah tak lagi punya nyawa, hanya tembok, piring, dan suara TV yang menyalakan kesepian.
Dan di titik itu, suami baru sadar… yang paling menakutkan bukan istri yang teriak, tapi istri yang tersenyum sambil bilang, “Terserah kamu!”






