
Oleh Nurdin Qusyaeri
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أَسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Pada hari Sayyidul Ayyam, bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1446 H bulan yang berhiaskan kemuliaan, bulan Maulid, di mana bumi dan langit seolah bersaksi akan kelahiran manusia paling agung, sang pembawa rahmat bagi semesta alam, Muhammad ibn Abdullah ﷺ.
Hari ini, kita berkumpul bukan hanya untuk sekadar mengenang. Tapi untuk menyelami samudera keteladanan, untuk menyalakan kembali obor kecintaan, dan untuk melecut semangat kita mengejar jejak-jejak cahaya yang telah ia tebarkan.
Pertama: Pengakuan Dunia atas Keluhuran Utusan Akhir Zaman
Betapa banyak pujian yang terukir, namun semua itu hanyalah setetes embun di hadapan lautan hakikatnya. Seorang cendekiawan Barat, John L. Esposito, dalam Ensiklopedi Oxford-nya, dengan jujur mengakui, “Muhammad seorang Nabi dan Rasul Allah yang telah membangkitkan salah satu peradaban besar di dunia.” Ini adalah pengakuan tentang sebuah transformasi dahsyat yang mengubah jalan sejarah.
Lalu, ada Michael H. Hart, seorang astronom Nasrani, yang dengan berani meletakkan nama Muhammad ﷺ pada urutan pertama dalam bukunya, The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History. Ia berani mengungguli semua tokoh besar dunia. Katanya, “Ia satu-satunya orang yang berhasil meraih kesuksesan luar biasa, baik dalam hal agama maupun duniawi.”
Ini bukanlah pujian biasa. Ini adalah kesaksian akal sehat yang objektif, bahwa keagungan Muhammad ﷺ melampaui sekat-sekat keyakinan. Ia adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan.
Kedua:Kesempurnaan yang Membuat Bulan Pun Bersujud
Jika dunia memujinya karena pengaruhnya, maka kita, umatnya, memujinya karena kesempurnaan yang diberikan Sang Pencipta. Kesempurnaan yang bukan hanya pada fisik, tapi merasuk hingga ke relung jiwa.
Nasabnya adalah nasab yang suci, jernih bagai air dari sumbernya, berasal dari keturunan manusia-manusia terbaik. Fisiknya adalah puisi yang hidup. Kegagahannya bukan kegagahan biasa. Diriwayatkan, jika Nabi Yusuf AS diberikan sepertiga kegagahan dunia, maka Rasulullah ﷺ diberikan seluruh kegagahan dunia.
Posturnya tegap, seimbang sempurna. Dadanya bidang bagai perisai, pundaknya kokoh menyangga amanah langit. Kulitnya putih kemerahan, memancarkan cahaya. Matanya—ya, matanya—adalah dua lautan kejernihan. Hitamnya pekat membisu, putihnya bersih menyala. Sampai-sampai para sahabat bercermin pada keduanya, melihat pantulan wajah mereka dengan jelas.
Seorang sahabat, Ka’ab bin Malik, pernah suatu malam terpana oleh keindahan bulan purnama. Lalu, tanpa sengaja, Rasulullah ﷺ keluar. Rambutnya masih basah, terurai berombak, mengenakan jubah merah. Ka’ab pun berkata, “Aku menemukan Nabi SAW lebih indah dari bulan itu.” Subhanallah! Bahkan bulan, sang dekorator malam, mengakui keagungannya.
Ketiga: Kekuatan yang Menundukkan Rukanah, Kelembutan yang Menaklukkan Hati
Kesempurnaan fisiknya seimbang dengan kekuatan dan akhlaknya. Lihatlah Rukanah, sang raksasa gulat yang tak pernah terkalahkan. Dengan penuh kesombongan, ia menantang Sang Nabi. Dan dalam tiga kali kesempatan, tubuh kekarnya tersungkur tak berdaya.
Ini adalah kekuatan fisik yang diberikan Allah, kekuatan sepuluh lelaki yang menyatu dalam satu jiwa yang tenang.
Namun, kekuatan terbesarnya bukan pada otot, melainkan pada akhlaknya. Allah sendiri yang bersaksi dalam firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ –
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4).
Ia adalah Al-Qur’an yang berjalan. Tutur katanya adalah hikmah, senyumannya adalah sedekah, dan kasih sayangnya merangkul semua makhluk.
Keempat: Keistimewaan yang Menjadi Kemuliaan Umatnya
Allah menganugerahkan kepada kekasih-Nya ini keistimewaan-keistimewaan yang tidak diberikan kepada Nabi sebelumnya. Ini adalah kemuliaan bagi Nabi, dan juga menjadi kemuliaan bagi kita, umatnya.
1. Jawaami’ul Kalim. Ia diberi kemampuan berbicara dengan kalimat yang singkat, padat, namun sarat makna. Setiap hadisnya adalah mutiara hikmah yang tak habis digali.
2. Ditakuti Musuh. Ia ditolong dengan rasa takut yang Allah sematkan di hati musuh, sebulan sebelum pertempuran. Kemenangan datang sebelum perang dimulai.
3. Ghanimah yang Halal. Harta rampasan perang dihalalkan untuk umatnya, menjadi rezeki dan penopang dakwah.
4. Bumi sebagai Masjid. Seluruh bumi dijadikan suci dan tempat untuk bersujud. Ini adalah kemudahan dan kelapangan bagi umatnya.
5. Rahmat bagi Semesta. Ia diutus untuk seluruh jin dan manusia, untuk seluruh warna kulit dan bangsa, hingga akhir zaman.
6. Penutup Para Nabi. Dengannya, risalah langit disempurnakan dan pintu kenabian ditutup untuk selamanya.
Pamungkas: Bukti Cinta yang Nyata
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Maka,di tengah gemerlap dunia yang sering melalaikan ini, bagaimana kita membuktikan cinta kita kepada Sang Cahaya?
Pertama, Jadikan ia teladan utama dalam setiap helaan nafas. Pelajari sirahnya, tirulah akhlaknya, dalam berdagang, bermasyarakat, berumah tangga, dan bernegara. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (Q.S. Al-Ahzab: 21). Cinta bukan hanya di lisan, tapi bukti dalam amal.
Kedua, Perbanyaklah shalawat. Shalawat adalah doa, penghormatan, dan bukti kecintaan. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56).
Ketiga, Utamakanlah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada segala sesuatu. Ini adalah prinsip iman.
Keempat, Jaga dan lestarikan warisannya. Warisan Nabi bukan harta, tapi ilmu dan sunnah. Taatilah para ulama yang istiqamah mengajarkan warisan itu, karena mereka adalah pewaris para nabi.
Wallahu’alam