Adab di Antara Plastik dan Tisu: Refleksi Ringan Seorang Mahasiswa

Adab Mahasiswa di Kampus
Ilustrasi

Oleh Zsalzsabila Putri Setiawan*

Di tengah derasnya arus ilmu pengetahuan dan geliat diskusi akademik yang kerap memanaskan ruang-ruang kelas, ada satu hal yang tampaknya masih sulit dipahami oleh sebagian mahasiswa: keberadaan tempat sampah.

Padahal, benda sederhana ini telah disediakan di hampir setiap sudut kampus. Ia tidak pernah mengeluh, tidak pernah menolak, dan tidak pernah memilih siapa yang boleh membuang sampah di dalamnya. Tapi tetap saja, bungkus kopi, plastik gorengan, dan tisu bekas lebih memilih bersandar di bawah meja, di sela bangku, atau diam-diam bersembunyi di balik pot tanaman.

Fenomena ini, tentu, bukan semata soal kebersihan. Ia menyentuh ranah yang lebih dalam: kesadaran etis, adab, dan tanggung jawab personal. Di sinilah pentingnya memahami adab mahasiswa di kampus, bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi sebagai inti dari proses menjadi manusia berpendidikan.

Ilmu yang Tidak Dibersamai Adab

Kita hidup dalam lingkungan akademik, tempat di mana nilai-nilai luhur seperti disiplin, integritas, dan tanggung jawab seharusnya tumbuh. Namun, apa arti semua itu jika hal sesederhana membuang sampah pun tidak mampu kita tunaikan?

Kita diajarkan teori kepemimpinan, manajemen publik, hingga konsep pembangunan berkelanjutan. Tapi apa makna semua itu, jika kita tak mampu menjalankan satu prinsip dasar kehidupan: “menyelesaikan apa yang kita mulai.” Jika membuka bungkus makanan adalah tindakan awal, maka membuangnya pada tempatnya adalah tanggung jawab akhir.

Baca Juga:  Masa Depan Mahasiswa Jurusan KPI

Kebersihan bukanlah sekadar urusan petugas kebersihan. Ia adalah manifestasi dari adab. Dan adab mahasiswa di kampus menjadi ukuran karakter seseorang dalam dunia akademik. Imam Malik pernah berkata, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.” Karena adab menunjukkan karakter, sedangkan ilmu tanpa karakter hanya menjadi alat kosong.

Kampus: Ruang Peradaban, Bukan Tempat Pembuangan

Kampus adalah ruang suci peradaban, tempat ilmu lahir dan karakter dibentuk. Menjadikannya sebagai tempat pembuangan sampah sembarangan adalah pengkhianatan terhadap makna itu sendiri. Ia mencederai nilai-nilai akademik dan menyingkap kekosongan yang mungkin kita sembunyikan di balik gelar, presentasi, dan angka IPK.

Bukan berarti kita dituntut sempurna, tetapi kesadaran akan hal kecil seperti membuang sampah adalah indikator kematangan nalar dan nurani. Di ruang kuliah, kita mengejar kebijaksanaan; di luar kelas, kita seharusnya mempraktikkannya—meski hanya dengan satu langkah kecil menuju tempat sampah.

Sebelum Lulus Akademik, Luluskan Dulu Etikamu

Kita boleh bangga dengan indeks prestasi, skripsi yang tebal, dan seminar yang memukau. Namun di antara semua itu, jangan lupakan lulus dari ujian paling mendasar: menjadi manusia yang tahu batas, tahu malu, dan tahu tempat. Termasuk tempat sampah.

Karena pada akhirnya, adab mahasiswa di kampus bukan hanya soal bersikap sopan di kelas, tapi juga soal kepedulian terhadap ruang bersama, tanggung jawab kecil yang menyimpan makna besar, dan kesadaran untuk tidak menjadi bagian dari masalah, tetapi dari solusi.

*Penulis adalah seseorang yang masih mengingat letak tempat sampah.

Responses (4)

  1. Bukan hanya sampah problema kita di kampus, asap rokok juga mengepung kita.
    Sangat tidak pantas dan kurang berkelas melihat Paramuda tanpa risih merokok di lingkungan kampus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *