
Daras.id — Belum tuntas persoalan hukum di tubuh PT Bandung Daya Sentosa (BDS), publik Kabupaten Bandung kembali dikejutkan oleh penggeledahan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik Pemerintah Kabupaten Bandung. Langkah hukum tersebut menambah daftar panjang problematika pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di lingkungan Pemkab Bandung.
Menurut Januar Solehuddin, SHI., MH., C. Med, praktisi hukum dan penggiat demokrasi, peristiwa ini merupakan sinyal kuat bahwa tata kelola BUMD di daerah sedang tidak baik-baik saja. “Kasus beruntun antara BDS dan BPR menunjukkan lemahnya sistem pengawasan internal serta kurangnya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan. Padahal BUMD dibentuk untuk memperkuat ekonomi lokal, bukan menambah daftar panjang perkara hukum,” ujarnya, Selasa (4/11).
Lemahnya Pengawasan dan Politisasi Jabatan
Januar menilai, persoalan BUMD di Kabupaten Bandung tidak bisa dianggap kasus tunggal. Menurutnya, akar masalah justru terletak pada lemahnya sistem pengawasan serta politisasi jabatan direksi dan komisaris. “Selama jabatan direksi dijadikan hadiah politik, selama itu pula BUMD akan sulit bersih dan mandiri. Pemerintah daerah harus berani menempatkan profesional, bukan loyalis politik,” tegasnya.
Ia menambahkan, fenomena tersebut sejalan dengan temuan berbagai kajian akademik yang menyebut bahwa sebagian besar BUMD di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebaliknya, justru menjadi beban anggaran bagi pemerintah daerah.
Audit Forensik dan Reformasi Tata Kelola Mendesak
Menanggapi situasi ini, Januar mendesak Pemerintah Kabupaten Bandung agar segera melakukan audit forensik menyeluruh terhadap seluruh BUMD. Audit tersebut, kata dia, tidak hanya menyasar aspek keuangan, tetapi juga kepatuhan hukum, tata kelola manajemen, hingga potensi konflik kepentingan. “Audit independen harus dilakukan, hasilnya diumumkan secara terbuka kepada publik. Ini penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Selain audit, Januar juga menekankan pentingnya penguatan fungsi Dewan Pengawas dan Inspektorat Daerah agar pengawasan tidak sekadar administratif. Ia juga mendorong DPRD Kabupaten Bandung untuk berperan aktif dalam melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dasar hukum pendirian dan operasional seluruh BUMD yang ada.
Menjaga Kepercayaan Publik dan Marwah Pemerintah Daerah
Menurut Januar, kasus hukum yang menjerat dua BUMD sekaligus telah mencederai kepercayaan publik sekaligus menurunkan marwah Pemerintah Kabupaten Bandung sebagai pengelola aset publik. “Setiap rupiah yang dikelola BUMD adalah uang rakyat. Ketika terjadi penyimpangan, yang dirugikan bukan hanya keuangan daerah, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan pemerintah daerah tidak cukup diukur dari banyaknya pembangunan fisik, melainkan dari kemampuan menjaga integritas dan transparansi dalam mengelola keuangan publik.
Kasus BDS dan penggeledahan BPR ini, lanjutnya, harus menjadi momentum reflektif bagi Pemkab Bandung untuk melakukan pembenahan total terhadap seluruh BUMD. Reformasi tata kelola, profesionalisme, dan penerapan prinsip good corporate governance menjadi hal yang tidak bisa ditunda.
“Sudah saatnya Pemkab Bandung menghentikan pola lama dalam mengelola BUMD. BUMD bukan ladang politik, melainkan instrumen ekonomi daerah yang harus dikelola dengan integritas dan tanggung jawab,” tutup Januar Solehuddin.
(Red)






