
Oleh Joko Suryono*
Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah berlalu. Di tengah berbagai penilaian terhadap kinerja kabinet, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendesa PDT) di bawah kepemimpinan Yandri Susanto menonjol sebagai salah satu kementerian yang berhasil menerjemahkan visi ASTA CITA ke dalam program konkret di lapangan.
Menurut Survei The Republic Institute (Februari 2025), tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Yandri mencapai 75,5 persen. Sementara itu, Strategic and Political Insight Network (SPIN) pada Oktober 2025 menempatkannya di posisi ketiga menteri dengan tingkat kepuasan publik tertinggi, yakni 66,9 persen. Angka-angka ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai merasakan hasil nyata dari kebijakan pembangunan desa.
Ketahanan Pangan Desa Menguatkan Kemandirian Warga
Salah satu fokus utama dalam ASTA CITA adalah ketahanan pangan nasional. Dalam kerangka itu, Kemendesa menindaklanjuti arahan Presiden dengan memperkuat ketahanan pangan desa.
Kemendesa mengalokasikan Rp 16 triliun untuk mendukung program ketahanan pangan tahun 2025. Kebijakan ini diperkuat oleh Kepmendesa No. 3 Tahun 2025, yang mewajibkan minimal 20 persen Dana Desa digunakan untuk program ketahanan pangan melalui BUMDes.
Program “Desa Daulat Pangan 2030” kini dijalankan di 50 kabupaten sebagai proyek percontohan kemandirian pangan berkelanjutan. Di berbagai daerah mulai tumbuh desa pangan mandiri yang tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pasokan dari luar.
Perubahan paradigma ini menggeser posisi desa dari sekadar konsumen menjadi produsen pangan yang mandiri dan berdaya. Ketika desa memiliki lumbung pangan dan sistem distribusi yang tertata baik, kerawanan pangan dapat ditekan, dan kemandirian ekonomi lokal semakin kuat.
BUMDes Menjadi Penggerak Ekonomi Desa
Kemajuan ekonomi desa juga tampak dari percepatan legalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Hingga Oktober 2025, tercatat 38.068 BUMDes berbadan hukum, melonjak dari 28.949 hanya dalam waktu tiga bulan.
Kenaikan signifikan ini bukan sekadar pencapaian administratif, tetapi bukti tumbuhnya kesadaran ekonomi desa. BUMDes kini memiliki NPWP, laporan keuangan resmi, serta kemampuan untuk menjalin kerja sama lintas daerah dan lintas sektor.
Dengan status hukum yang kuat, BUMDes dapat mengakses pembiayaan formal, menandatangani kontrak bisnis, dan memperluas jaringan kemitraan. Inilah fondasi bagi ekonomi desa yang inklusif, mandiri, dan berkelanjutan.
Koperasi Merah Putih dan Ekosistem Ekonomi Baru
Program Koperasi Merah Putih merupakan salah satu agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto dalam ASTA CITA, yang menekankan pemerataan ekonomi dan kemandirian desa.
Kemendesa kemudian menerjemahkan kebijakan ini dengan menyiapkan perangkat regulasi dan dukungan teknis di lapangan. Melalui Permendes No. 10 Tahun 2025, Kemendesa mengatur bahwa maksimal 30 persen Dana Desa dapat dialokasikan untuk memperkuat koperasi di tingkat lokal.
Koperasi Merah Putih dirancang untuk hadir di 70–80 ribu desa sebagai pusat kegiatan ekonomi rakyat: tempat penyimpanan hasil pertanian, penyaluran pupuk, dan distribusi kebutuhan pokok.
Dengan sistem yang terintegrasi dari produksi hingga distribusi, petani kini memiliki daya tawar yang lebih kuat. Mereka tidak lagi menjadi pihak paling lemah dalam rantai nilai, melainkan bagian aktif dari ekosistem ekonomi desa yang produktif dan berdaulat.
Transparansi dan Tata Kelola Meningkatkan Kepercayaan Publik
Kemendesa menunjukkan kinerja yang solid dalam efisiensi anggaran dan tata kelola keuangan. Pada tahun anggaran 2024, realisasi anggaran mencapai 97,49 persen dari pagu APBN—pencapaian yang menandakan birokrasi yang efektif dan terukur.
Transparansi juga diperkuat melalui program digital “Jaga Desa” yang diluncurkan bersama Kejaksaan Agung. Program ini memungkinkan pengawasan real-time terhadap keuangan desa di 34 provinsi.
Selain itu, pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Digitalisasi Desa melalui 12 rencana aksi mendapat apresiasi dari KemenPAN-RB. Modernisasi administrasi ini memangkas jalur birokrasi, menekan potensi korupsi, dan mempercepat pelayanan publik di tingkat desa.
Indeks Desa dan Kemajuan yang Terukur
Upaya Kemendesa dalam satu tahun terakhir tercermin dalam peningkatan Indeks Desa secara nasional. Jumlah desa mandiri meningkat dari 4,1 persen pada 2024 menjadi 4,8 persen pada 2025.
Contohnya, di Kabupaten Sumbawa, jumlah desa mandiri naik dari 65 menjadi 71 desa. Kemajuan ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Desa dan Pendamping Desa yang terus melakukan pendampingan teknis dan administratif agar program tidak berhenti di level proyek.
Kepemimpinan yang Membumi dan Dekat dengan Warga
Salah satu ciri khas kepemimpinan Yandri Susanto adalah pendekatan personal dan membumi. Dalam sejumlah kunjungan kerja, ia memilih menginap di rumah warga desa ketimbang hotel berbintang.
Tindakan sederhana ini bukan pencitraan, tetapi bagian dari upaya memahami langsung kebutuhan masyarakat di akar rumput. Di tengah kesenjangan antara pusat dan daerah, sikap semacam ini mengirimkan pesan kuat: “Saya hadir untuk mendengar dan bekerja bersama.”
Pendekatan yang empatik ini memperkuat kepercayaan warga desa dan membangun hubungan yang lebih egaliter antara pemerintah dan masyarakat.
Menjaga Arah dan Keberlanjutan Pembangunan Desa
Satu tahun memang waktu yang singkat untuk menilai hasil pembangunan yang kompleks. Namun arah yang ditunjukkan Kemendesa—mulai dari ketahanan pangan, penguatan ekonomi mikro, transparansi tata kelola, hingga penerapan nilai-nilai ASTA CITA—menjadi fondasi penting menuju desa yang mandiri dan tangguh.
Dengan tingkat kepuasan publik 75,5 persen (The Republic Institute) dan 66,9 persen (SPIN), Kemendesa memiliki legitimasi sosial yang kuat untuk melanjutkan langkah-langkah strategisnya.
Pembangunan desa adalah proses panjang, bukan proyek jangka pendek. Dalam perjalanan menuju pemerataan dan keadilan sosial, Kemendesa PDT telah menunjukkan bahwa perubahan sejati dimulai dari desa, tempat kehidupan bangsa berakar.
*Penulis: Aktivis 98 Jawa Barat
Editor: San






