
Bandung, DARAS.ID – Institut Agama Islam (IAI) PERSIS Bandung menggelar pelantikan struktur kepemimpinan (tasykil) masa jihad 2025–2027 pada Jumat, 23 Mei 2025, pukul 09.00–10.30 WIB, bertempat di Aula IAI PERSIS Bandung.
Pelantikan ini menjadi langkah awal untuk memperkuat arah perubahan dan integrasi kelembagaan menuju tata kelola kampus yang unggul dan berdaya saing.
Pelantikan ini dilakukan langsung oleh Rektor IAI PERSIS Bandung, Prof. Dr. Jajang A. Rohmana, M.Ag, terhadap unsur-unsur struktural kampus yang meliputi: Wakil Rektor, Dekan, Ketua dan Sekretaris Program Studi, pimpinan lembaga, tenaga kependidikan (tendik), serta seluruh staf pendukung.
Adapun struktur pimpinan utama yang dilantik terdiri dari:
- Rektor: Prof. Dr. Jajang A. Rohmana, M.Ag
- Wakil Rektor I (Akademik): Dr. Roni Nugraha, M.Ag
- Wakil Rektor II (Keuangan, Sarpras, Kepegawaian): Dr. Ari Noviandi Syuhada, M.E.Sy
- Wakil Rektor III (Kemahasiswaan & Alumni): Nurdin Qusyaeri, M.Si
- Wakil Rektor IV (Kerja Sama): Dr. Lalan Sahlani, M.Pd
Para Dekan yang dilantik:
- Fakultas Ushuluddin: Dr. Ujang Mimin Muhaemin, M.Ag
- Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam: Nunung Nurhasanah, M.I.Kom
- Fakultas Pendidikan Agama Islam: Agung Mulyadin, M.Pd
- Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Dudi Sudirman, M.M., M.Ak
Fokus Tridharma, Rekonsiliasi Internal, dan Integrasi IAI–UNIPI
Dalam sambutannya, Prof. Jajang mengungkapkan bahwa ia diberikan amanah oleh Pimpinan Pusat (PP) PERSIS untuk masa kepemimpinan yang relatif singkat, yaitu 2025–2027. Namun, masa ini menjadi sangat strategis karena difokuskan pada tiga misi besar:
- Melanjutkan tridharma perguruan tinggi
- Menyelesaikan permasalahan internal kampus
- Mengawal proses integrasi antara IAI PERSIS dan UNIPI PERSIS
“Struktur yang saya lantik hari ini akan mengawal arah integrasi. Ini adalah pilihan yang punya plus minus. Kita butuh kerja kolektif agar proses ini menghasilkan sistem pendidikan yang unggul dan tidak kehilangan ruh keislamannya,” tutur Prof. Jajang.
Menjaga Identitas Keislaman, Akselerasi Akreditasi
Rektor juga menyinggung tantangan besar di dunia pendidikan tinggi Indonesia yang terlalu banyak Perguruan Tinggi—sekitar 4.500, jauh lebih banyak dibandingkan dengan China yang hanya memiliki sekitar 4.000 perguruan tinggi, padahal penduduknya sekitar 1,4 milyar. Maka penyatuan atau peleburan perguruan tinggi menjadi solusinya.
Selanjutnya Guru Besar UIN SGD ini mengatakan, “Kekhawatiran bahwa ilmu keagamaan akan tersisih dalam proses integrasi ini bukan hanya terjadi di internal kita. Dulu UIN mau jadi universitas, kehawatiran itu menghantui. Tapi lihat UIN sekarang, justru makin berkembang. Dan kita harus buat pola agar keagamaannya tetap kuat,” ujarnya.
Rektor juga menekankan bahwa prioritas utama kampus saat ini adalah bidang akademik, mengingat sebagian besar program studi akan menghadapi akreditasi pada tahun 2026.
“Akreditasi itu, yang jadi penilaiannya adalah sistem, bukan lagi hanya data manual. Maka bagaimana caranya sistem diisi dengan prestasi-prestasi dosen ini sejak dini.” tambahnya.
Di akhir sambutannya, dia menyitir bahwa seorang Pemimpin bukan tukang es krim yang bisa menyenangkan semua pihak. Tapi mari kita kerja sama dan kerja cepat. Jangan sampai lambat mencari mahasiswa,” tegasnya.
(dinur)