
Soreang, Daras.id — Lembaga Bantuan Hukum Majelis Ulama Indonesia (LBH MUI) Kabupaten Bandung resmi diluncurkan dalam acara Pengukuhan dan Stadium General yang digelar di Gedung Mohamad Toha (17/10/25). Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk pejabat pemerintah daerah, kementerian, serta organisasi masyarakat sipil.
Fokus utama pertemuan adalah membahas peran strategis LBH dalam memperluas akses keadilan dan pemenuhan hak hukum masyarakat, terutama bagi mereka yang kurang mampu.
Kesejahteraan Melalui Kerukunan dan Nilai Lokal
Dalam sambutannya, Ketua MUI Kabupaten Bandung KH. Yayan Hasuna Hudaya menekankan pentingnya membangun kesejahteraan masyarakat melalui kerukunan yang bersumber dari nilai-nilai lokal.
Konsep sareundeuk, saigel, sabobot, dan sapihanean disebut sebagai pilar kehidupan sosial yang harmonis di tengah keberagaman.
“Masyarakat yang rukun dan adil akan lebih mudah mencapai kesejahteraan. LBH ini hadir untuk memperkuat nilai-nilai tersebut melalui pendampingan hukum yang berkeadilan,” ujar Ketua MUI.
Peran Strategis LBH dalam Akses Keadilan
Bupati Bandung DR. H. M. Dadang Supriatna turut memberikan apresiasi atas peluncuran LBH MUI. Menurutnya, lembaga ini menjadi elemen penting dalam membantu masyarakat yang selama ini kesulitan mengakses layanan hukum karena keterbatasan biaya.
“Peran LBH sangat strategis, terutama untuk masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pendampingan hukum. Ini bentuk nyata dari kehadiran negara dalam menjamin keadilan bagi semua,” tutur Bupati.
Ia menambahkan bahwa Pemkab Bandung telah memasukkan sejumlah program dukungan hukum ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), di antaranya:
- Pembebasan biaya sertifikat untuk masjid dan pesantren,
- Kerja sama dengan asosiasi arsitek untuk penyediaan jasa perencanaan bangunan secara gratis, dan
- Pemberian izin bangunan tanpa biaya bagi tempat ibadah.
Edukasi Hukum: Lebih dari Sekadar Litigasi
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Prof. Atip Latipul Hayat, S.H., LL.M., Ph.D., yang turut hadir, menyoroti pentingnya peran LBH dalam memberikan edukasi hukum kepada masyarakat.
Menurutnya, pendampingan hukum seharusnya tidak hanya terbatas pada litigasi, tetapi juga mencakup pencerahan dan penguatan kesadaran hukum.
“Orang yang mencari keadilan sama halnya dengan orang yang sedang sakit—apa pun akan dilakukan untuk sembuh. Maka, pendampingan hukum juga harus disertai edukasi agar masyarakat tidak selalu tergantung pada jalur pengadilan,” ujar Prof. Atip.
Ia juga menekankan bahwa fungsi MUI sebagai penjaga umat dan agama harus bersinergi dengan LBH dalam mendorong masyarakat memahami hak dan kewajiban hukumnya.
Tantangan di Dunia Pendidikan dan Revitalisasi Guru
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Atip juga menyinggung tantangan besar yang dihadapi sektor pendidikan. Ia mengakui bahwa persoalan pendidikan, khususnya terkait ketersediaan guru, masih menjadi pekerjaan rumah serius di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Bandung.
“Setelah mendengar langsung kondisi di lapangan, saya menyadari bahwa masalah pendidikan sangat kompleks. Salah satunya adalah kekurangan guru, baik yang berstatus ASN maupun Guru Tanpa Status (GTS). Ini butuh perhatian khusus,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) telah menggulirkan program revitalisasi guna meningkatkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan.
Penguatan Layanan LBH sebagai Pintu Dakwah
Sebagai penutup, Prof. Atip kembali menggarisbawahi pentingnya memperkuat peran LBH MUI sebagai lembaga edukatif sekaligus religius. Ia menyebut bahwa LBH bisa menjadi “pintu dakwah” yang efektif, dengan mendorong masyarakat untuk memahami dan menegakkan hukum secara adil dan bermartabat.
(Acil)