Wartawan Sosok Urakan dan Suka Nabrak Aturan, Tak Sepenuhnya Benar

Ilustrasi kegiatan wartawan saat meliput peristiwa.
kenny-eliason-Pfa7Soh0euw-unsplash

Oleh Arief Permadi , Jurnalis, Akademisi

DARAS.ID – Banyak sekali mitos tentang wartawan. Mendengar kata wartawan, bayangan sebagian besar orang pasti akan langsung menyampaikan pesan pada sosok yang urakan. Sosok yang suka mencatat catatan dan alat tulis, membawa kamera, serta memakai rompi banyak kantung.

Anggapan seperti ini jelas tidak sepenuhnya benar, padahal kenyataannya memang masih banyak sekali mereka yang mengaku wartawan memilih berpenampilan seperti itu.

Terikat Aturan Main

Namun, terlepas dari beragam persepsi yang berkembang itu, wartawan, sebagai sebuah profesi, sangat terikat oleh sejumlah aturan utama dan kode etik yang membuatnya layak menyandang profesi tersebut.

Oleh karena itu, meskipun semua orang boleh-boleh saja bertindak sebagai pewarta, tidak semua yang mewartakan sesuatu kemudian bisa disebut sebagai seorang jurnalis.

BACA JUGA: Selamat Datang Mahasiswa Baru, Calon Jurnalis Muda

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara khusus memuat definisi wartawan. Berdasar KBBI, orang-orang wartawan yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di media massa.

Artinya, selain harus memenuhi segala persyaratan yang ditentukan terkait konten yang diwartakan, saluran di mana konten tersebut diwartakan menjadi persyaratan lainnya yang harus ada. Saluran yang kami maksud, tiada yang lain adalah media massa.

Perluasan Makna Wartawan

Namun, kemajuan teknologi informasi, kemudian memaksa kita meredefinisi kata wartawan. Akibatnya, memperluas makna wartawan menjadi sesuatu yang tak bisa dihindari.

Akhirnya, wartawan tak lagi bisa diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mencari, meliput dan mengolah fakta untuk disebarluaskan melalui media massa konvensional.

Sebab, saat ini, ada juga media massa yang menggunakan internet sebagai saluran. Kini juga ada kantor-kantor berita online, koran atau majalah online, radio online, televisi online, bahkan media sosial.

Mereka juga wartawan, selama konten yang diwartakan memenuhi syarat yang ditetapkan sebagai sebuah berita. Sebuah informasi yang disebarluaskan layak disebut berita jika ia faktual, aktual, akurat, dan berimbang.

Berita juga harus punya nilai manfaat, mendidik, dan menghibur. Namun di sisi lain, berita tak boleh mengandung unsur SARA. Tak boleh mengandung polusi nama baik, gambaran dan polusi nama baik.

Baca Juga:  Demassifikasi Media Pers Dakwah

Mitos Wartawan

Di masyarakat, kini berkembang banyak sekali persepsi yang keliru tentang wartawan. Celakanya, persepsi yang salah ini tak hanya ada di sebagian masyarakat, tapi juga ada di kalangan wartawan. Terutama wartawan yang tidak memperoleh pelatihan yang baik tentang profesinya.

Di antara persepsi yang salah soal wartawan adalah menganggap bahwasanya wartawan merupakanmakhluk sakti yang bisa berbuat apa saja semau-maunya. Anggapan ini jelas salah. Sebab wartawan seperti warga negara lainnya terikat oleh aturan-aturan negara dan agama serta norma-norma kemasyarakatan.

Kode Etik Wartawan

Sebagai sebuah profesi, wartawan juga sangat terikat pada kode etik dalam menjalankan tugasnya. Di Indonesia kode etik tersebut dikenal dengan sebutan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).

KEWI memuat setidaknya tujuh hal penting dan mengikat. Bukan hanya bagi wartawan, melainkan pemilik dan pengelola media massa di negeri ini.

Kode etik yang ditetapkan melalui SK Dewan Pers No 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000. Di sana disebutkan bahwa wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.

Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyebarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.

Mereka haruslah menghormati as praduga tak bersalah. Selalu mengupayakan agar fakta tak pernah tercampur dengan opini.

Wartawan juga harus membuat berita yang berimbang, dan selalu menyelidiki kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.

Wartawan Indonesia tidak menyebarkan informasi yang bersifat dusta. Begitu juga informasi yang berbau fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.

Mereka tidak pernah diperkenankan menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi, dengan alasan apa pun.

Wartawan Indonesia juga memiliki hak tolak, dan menghargai ketentuan embargo. Yakni, terkait informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan. Artinuya, jika ia membuat kesalahan terkait apa yang ia beritakan, ia harus mencabut dan meralat kekeliruannya. Hal itu harus ia lakukan pada kesempatan pertama. Ia juga harus melayani hak jawab.

Baca Juga:  Kemiskinan di Desa Menurun Menguatkan Optimisme Pembangunan Desa
Tidak Kebal Hukum

Dari uraian di atas jelas bahwa wartawan adalah orang yang kebal hukum adalah anggapan yang keliru. Bagaimana pun, setiap warga negara sama kedudukannya di mata hukum. Apalagi terkait pekerjaannya, ada lebih dari 30 pasal di dalam KUHP yang dapat menjerat wartawan ke meja hijau.

Di media massa ada mekanisme yang harus dilalui sebelum tulisan dimuat di surat kabar. Selain harus akurat dan lengkap, data yang hendak dipublikasikan juga harus valid. Narasumbernya jelas. Bukan berita bohong, tidak menyerang pihak- pihak tertentu, tidak mengandung unsur SARA.

Hal lain yang juga sering menjadi anggapan orang tentang wartawan adalah  wartawan itu urakan dan sering mengabaikan etika. Padahal, dalam memerankannya, seorang wartawan justru diharuskan berlaku sebaliknya.

Teguh etika, baik etika kemasyarakatan maupun etika profesi. Wartawan yang baik juga akan berpenampilan pantas saat melakukan pelayaran.

Wartawan, seringkali juga dianggap sebagai orang yang bisa masuk ke bioskop, makan di restoran, atau menonton konser secara gratis, tanpa membayar. Tentu saja anggapan ini juga sangat keliru.

Wartawan juga bukanlah orang yang boleh melakukan wawancara dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja semau-maunya. Sebab, ada prosedur yang harus ditempuh. Seorang narasumber bagaimana pun berhak menolak wartawan saat datang dan mewawancarainya.

Wartawan juga bukan sosok yang selalu benar. Wartawan juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, wartawan yang baik akan selalu mengupayakan bahwa berita yang dibuat bersih dari kesalahan, baik kesalahan logika, kesalahan informasi, kesalahan tata bahasa, maupun kesalahan pengejaan.

Meskipun terdapat beragam kemudahan yang sering diperoleh surat kabar dalam menjalankannya, tidak berarti surat kabar dapat melihat peningkatannya dalam hal kewenangan. Ada prosedur yang harus ditempuh.

 

PENGUTIPAN

Permadi, A. (2024, 13 September). Wartawan sosok urakan dan suka nabrak aturan, tak sepenuhnya benar [Halaman web]. Diakses dari https://daras.id/wartawan-urakan-jurnalistik/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *