
Oleh Ihsan Nugraha*
Pidato politik bukan sekadar rangkaian kata, melainkan alat strategis untuk membentuk opini publik dan memperkuat legitimasi pemimpin. Dalam pidatonya di Kongres ke-6 Partai Demokrat, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan beberapa pesan penting yang mencerminkan arah kebijakan dan strategi politiknya. Salah satu aspek menarik yang patut dikaji lebih dalam adalah strategi komunikasi yang digunakan dalam pidato tersebut.
Menggunakan Simbolisme Politik
Salah satu teknik yang digunakan dalam pidato Prabowo adalah simbolisme politik. Penyebutan nama besar seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertujuan memperkuat hubungan dengan Partai Demokrat dan pemilih loyalnya. Dengan menyebutkan kemungkinan AHY sebagai pemimpin masa depan, Prabowo juga menunjukkan keterbukaannya terhadap regenerasi kepemimpinan.
Mereframing Narasi
Dalam pidato ini, Prabowo berusaha membentuk ulang (reframing) narasi politiknya. Dengan menyoroti isu pembangunan dan kesinambungan kepemimpinan, ia ingin menampilkan pemerintahannya sebagai proaktif dan visioner. Penyebutan proyek *Giant Sea Wall* sebagai langkah strategis menghadapi perubahan iklim adalah salah satu cara untuk mengarahkan opini publik terhadap keseriusan pemerintah dalam menangani isu-isu krusial.
Selain itu, ia menanggapi narasi “Indonesia Gelap” yang tengah ramai diperbincangkan. Prabowo mempertanyakan dasar narasi tersebut dengan menekankan bahwa ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi yang terbesar keempat dunia pada 2050, melampaui negara maju seperti Jepang, Inggris, dan Prancis. Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk memprioritaskan kesejahteraan masyarakat.
Dengan pendekatan ini, Prabowo berusaha menanamkan optimisme di tengah masyarakat dan membangun kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah.
Membangun Legitimasi
Pidato ini juga mengandung elemen yang memperkuat legitimasi kepemimpinan Prabowo. Salah satu bagian yang menarik adalah pernyataannya bahwa ia tidak akan mencalonkan diri kembali pada 2029 jika kinerjanya mengecewakan. Ini adalah bentuk komunikasi politik yang bertujuan membangun kepercayaan publik. Dengan menegaskan akuntabilitasnya, Prabowo ingin menunjukkan bahwa kepemimpinannya berbasis pada hasil nyata, bukan sekadar ambisi kekuasaan.
Prabowo juga menyinggung adanya kritik terhadap Kabinet Merah Putih yang dianggap gemuk karena memiliki banyak menteri dan wakil menteri.
Ia menegaskan bahwa kabinetnya diisi oleh orang-orang hebat yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa yang kompleks. Pernyataan ini bertujuan menegaskan bahwa pemerintahan saat ini disusun berdasarkan kebutuhan dan kompetensi.
Kesimpulan
Pidato Presiden Prabowo di Kongres Partai Demokrat tidak hanya sekadar seremonial, tetapi juga memiliki pesan strategis yang kuat. Dengan strategi komunikasi yang cermat, ia menggunakan simbolisme politik untuk memperkuat dukungan, membentuk ulang narasi untuk menegaskan visi kepemimpinannya, serta membangun legitimasi melalui janji akuntabilitas.
Strategi komunikasi ini menunjukkan bagaimana Prabowo berusaha memperkuat dukungan publik dan memastikan bahwa arah politiknya tetap relevan di tengah dinamika sosial-politik Indonesia.
Pidato ini bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi sebuah strategi politik yang dirancang untuk membangun kepercayaan dan memperkuat legitimasi kepemimpinan.
*Penulis adalah Direktur Al-Furqon Institut